20090629

Good for read

FLASHBACK

saya punya teman smp bernama dhienda mariva atau sebut saja dia ipeh. dia anak yang sangat ceria dan sepertinya tidak pernah stress haha, dia juga anak yang kreatif, pintar menggambar, pintar menghayal. dia senang membuat novel fiksi, dan saya senang sekali membacanya. salah satu novelnya yang berbuku buku itu berjudul "June Appril". yup ini adalah judul cerita yang diambil dari nama tokoh utamanya. okeey, saya ingin memberikan potongan ceritanya, ya mungkin agak banyak jadi siap siap waktu yang banyak buat baca cerita seru ini

MULAAAAAI dan Selamat Membaca!

Maju! Jalan! Kalau bisa kau berlari

Angin berhembus ke timur membawa matahari

menyingsing.

Cepat berlari!

Sebelum angin tidak lagi berpihak kepadamu

 

Appril seorang anak laki-laki yang baru saja menginjak usia 15 tahun duduk terdiam saat mendengar para buruh yang bekerja di tambang emas bernyanyi dengan lantangnya saat melewati taman kota. Bukan hanya Appril saja yang terkesima saat para buruh yang berbadan 2 kali lipat lebih besar daripada dirinya lewat di Taman Kota tetapi para warga kota Vuyne yang sedang berada disitu.

“Wow..Yukyu, tidak biasanya ada buruh disini” kata Appril kepada burung rakitan berwarna biru muda yang berada disampingnya. Para buruh itu hanya mengenkan kaos lusuh seadanya dan celana yang besar namun penampilan lusuh para buruh itu tidak ada bedanya dengan Appril yang hanya mengenakan jaket bertudung berwarna abu-abu lusuh, celana tartan selutut, sepatu boat tua panjang yang ia temukan saat memancing dan topi soldier hijau yang tidak pernah lepas ia gunakan juga tas besar yang ada dipunggungnya. Badan Appril yang hanya 155cm membuat ia dianggap seperti anak kecil.

“Ah..Mama..Itu si pembuat boneka..” rengek anak kecil berumur 5 tahun yang sedang mengemut permen lollipop besar dimulutnya

“Aduh..Kalau mau boneka nanti mama belikan, ya.” kata ibunya

“Tidak mau, ma..aku mau dia yang membuatnya!” rengeknya lagi menahan tangis

“Tapi dia sedang tidak membawa peralatannya” ibunya mencoba menenangkan

“Aku dengar, tasnya yang besar itu isinya peralatannya! Pokoknya aku mau bonekaaa..!!!” rengekan anak itu makin menjadi-jadi. Teriakannya membuat seisi taman kota memperhatikannya.

“B..baiklah..hanya kali ini saja, ya.” ucap ibunya menyerah. Ia mendekati pemuda yang dari tadi duduk di bangku taman memandangi awan yang putih seperti kapas dan menghayal.

“Permisi..” ibu anak itu membungkukan badannya member salam. Pemuda itu menengok

“Ya?”

“Mmng..Anak saya ingin dibuatkan boneka, apa sempat anda membuatnya?” tanyanya canggung. Pemuda itu memalingkan wajahnya dari sang ibu ke anak yang daritadi merengek.

“Tentu saja. Aku dengan senang membantu” Appril tersenyum. Ya, Appril memang dikenal kota Vuyne sebagai pembuat boneka yang handal. Banyak masyarakat disana yang ingin memiliki boneka hasil karya Appril. Namun karena Appril tidak punya tempat tinggal dan sering menumpang kesana kemari membuatnya sulit ditemukan.

“Kau mau boneka apa adik kecil?” Tanya Appril hangat sifat inilah yang membuat Appril diterima oleh masyarakat.

“Ted..Teddy Bear..!!” jawab anak lelaki kecil itu bersemangat.

“Baiklah…” Appril mengeluarkan isi tasnya berbagai macam alat pembuat boneka sederhana dikeluarkannya. Anak kecil itu melihatnya antusias

“Namamu siapa anak manis?” Appril memasukan benang ke jarumnya

“Doris..” Doris hanya memperhatikan gerakan tangan Appril yang menjahit bahan-bahan dengan tenangnya.

“Permisi..” ibu itu menatap Appril malu-malu

“Ya?” Appril memberhentikan pekerjaannya sebntar

“Bisakah..Ng..kau menjaga anakku sebentar? Aku ingin membeli buah dan sayuran di pasar yang tidak jauh dari sini sebentar..” pinta ibu itu malu.

“Dengan senang hati” jawab Appril sambil tersenyum tulus dan nampaknya Doris senang dengan perkataan ibunya.

“Terimakasih!” ibu itu langsung pergi meninggalkan Doris dan Appril sendirian. Appril melanjutka pekerjaannya lagi ditemani Doris disampingnya. Yang terus saja memperhatikan gerakan tangan Appril sampai akhirnya ia melihat Yukyu yang menghinggap dipundak Appril

“Kak..Siapa nama burung itu?” tanya Doris

“Namanya Yukyu” jawab Appril singkat

“Apa dia burung sungguhan?”

“Tentu saja tidak..Kalau ia burung sungguhan pasti aku sudah penuh dengan kotorannya dari tadi. Ini burung rakitan” jawab Appril lagi sambil tertawa kecil Dorispun ikut-ikutan tertawa.

“Apa itu kakak yang membuatnya?” tanya Doris lgi

“Bukan” Appril menggeleng

“Lalu siapa?” rasa penasaran Doris belum juga habis ia menatap Appril dengan tatapan lugunya.

“Aku tidak tau, Doris..Dia sudah bersamaku sejak umurku masih 8 tahun. Tiba-tiba saja Yukyu sudah hinggap dipundakku” jelas Appril panjang lebar. Ia jadi teringat saat umurnya 8 tahun, dirinya sama sekali tidak ingat kapan dan bagimana ia bisa tiba-tiba dipinggir jalan taman kota ini bersama Yukyu yang hinggap dipundaknya. Mengingat hal itu jari Appril jadi tertusuk jarum dan meneteskan darah.

“Apa mama kakak yang membuatnya?” Doris tidak berhenti bertanya

“Mungkin” Appril sama sekali tidak ingat siapa yang melahirkannya seingatnya, hari pertama ia hidup di dunia ini adalah saat dirinya berumur 8 tahun dan bisa mebuat boneka. Itu satu-satunya hal yang sejauh ini dapat diingatnya.

“Apa ayah kakak?” Doris bertanya lagi

“Doris..” sela Appril “Jangan bertanya tentang ayah dan ibuku lagi, ya?” Appril mencoba untuk sehalus mungkin. Doris mengangguk

“Apa mereka sudah meninggal?” Doris kembali bertanya

“Mungkin” jawab Appril seadanya karena ia pikir inilah pertanyaan klimaks Doris. Appril melanjutkan pekerjaannya menjahit bagian kuping boneka dan memasukan banyak kapas untuk isinya lalu menjahit bagian kepala.

“Jaaadiiii…” pekik Doris bahagia

“Selesai” kata Appril yang jadi ikut-ikutan bahagia karena melihat muka Doris.

“Ayo kita ke mama..” rengek Doris sambil menarik tangan Appril yang mau tidk mau mengikuti Doris pergi mencari ibunya. Ia menyebrangi jalan dan langsung sampai ke toko-toko yang memanjang dipinggir jalan banyaknya orang yang berbelanja disitu membuat Appril susah mengikuti tarikan tangan Doris yang ada didepannya.

“Mama..” Doris melihat ibunya tersenyum kearahnya ia langsung menghampiri ibunya dan memluknya

“Lihat..lihat..aku..”Appril memperhatikan keceriaan yang terpancaar dari muka Doris dan ibunya yang setia mendengar cerita Doris yang tidak karuan berantakannya. Appril menjadi sedikit iri kalau ia melihat pemandangan seperti ini.

‘Dimana ibu berada?’ tanya Appril dalam hati

‘Apa jangan-jangan aku tidak memiliki ibu?’ Appril berpikir dalam hati namun ia tersenyum mendengar pikirannya

‘Ah..mana mungkin.dasar Appril bodoh’ jawab Appril sendiri. Ia menyusuri pertokoan dan melihat toko kue roti kesukaannya dan masuk kedalam.

“Hei, Appril kau kesini lagi”sapa seorang lelaki tinggi besar berpakaian koki rambutnya hitam berantakan, muncul dari pintu dapur.

“Hai, paman pemilik toko roti” balas Appril asal

“Roti madu dengan susu hangat lagi?” tawarnya hangat senyumannya sungguh lebar serti bisa memakan badan Appril yang mungil.

“Mm..sebenarnya aku ingin bertanya” kata Appril serius ekspresinya seperti tidak biasanya

“Aku selalu siap menampung pertanyaanmu, Appril.” Jawab laki-laki yang bernama Bouras itu

“Ng..begini. Saat aku berumur 8 tahun kaulah yang pertama kali menemukanku di taman kota..Saat hujan aku menangis namun orang-orang yang ada disekelilingku tidak ada yang peduli. Hanya kau yang mempersilahkan aku masuk ketokomu ini.” Cerita Appril

“Ya..ya..aku tau itu aku juga yang memberikanmu nama Appril karena saat itu sedang bulan Appril!” Bouras tertawa

“Lalu kenapa?”Appril menarik napas panjang “Kenapa paman mau padahal yang lainnya tidak ada yang peduli?” Appril menatap Boras dalam-dalam lalu diam hening sebentar. Para pengunjung yang dating tidak ada yang memperhatikan obrolan mereka berdua karena sibuk dengan makanannya. Appril menunggu jawabannya.

“Mmm..Kenapa ya? Kau tiba-tiba bertanya seperti itu malah membuatku bingung..Kalau bertanya kenapa..Akupun juga tidak tahu” jawab Bouras tersenyum ramah

“Ah..Begitu, ya?” Appril menyerah

“Sudah tidak usah dipikirkan..mau roti madu dan susu hangat?” tawar Bouras lagi untuk kedua kalinya.

“Hei, paman..kau terlalu baik, itulah sebabnya aku selalu menolak ajakanmu untuk tinggal dirumah paman─ kalu kau mau tahu alasannya” kata Appril tiba-tiba

“Sudahlah..mau tidak? Tawaranku hanya berlaku sampai tiga kali saja,nih..” ujar Bouras lagi

“Pasti!” jawab Appril lalu Bouras mengambil dua buah roti madu dan susu puthi hangat karena saat itu sedang musim gugur

“Hei, Appril..setidaknya jangan menolak tawaranku kali ini” kata Bouras

“Huh?”Appril binugng dengan ucapan Bouras tadi

“Tinggalah dirumahku kali ini saja” pintanya dengan muka serius

 

                                                                        *

 

 

            Prajurit muda berlari terengah-engah menyusuri lorong-lorong gelap yang hanya diterangi obor disisi dindinding yang berukir gambar yang menunjukan perjalanan seorang pahlawan merebut kemerdekaan. Ia berlari masih mengenakan pakaian lengkap seorang prajurit, topi pelindung, baju berwarna hijau lumut dan sepatu boat. Di dada kirinya terpasang lencana bergambar burung yang membawa rantai yang artinya ia diberikan lencana tersebut karena kejujuran dan kesetiaannya terhadap suatu negara. Ia membawa secarik kertas yang sudah agak berkerut karena ia terlalu erat menggenggam kertas itu. Prajrut itu berhasil sampai kesebuah patung singa bersayap yang dibaliknya ada pintu besar keemasan yang dijaga oleh 2 penjaga yang badannya 2 kalilipat lebih besar dibandingkan dengan dirinya merangkul sebuah senjata runcing panjang.

            Prajurit tersebut tidak memperdulikan ke-2 lengan penjaga tersebut yang saling silang tanda tidak boleh masuk. Ia memberontak dan membuka pintu besar keemasan tersebut dengan bantungan keras para penjaga itu menarik lengan dan kerah baju prajurit yang kecapaian karena sudah berlari jauh itu namun prajurit tersebut sudah terlebih dahulu berteriak,

“NEGRI BARAT MENYERANG!!!SERANGAN TIBA-TIBA!! MEREKA MENYE..” prajurit itu jatuh pingsan saking takutnya menyampaikan pesan itu. Lelaki setengah baya yang duduk paling atas dengan kursi megah seperti berkilauan dengan tahta tidak kalah kagetnya melihat keadaan tiba-tiba seperti ini

“Apa maksudnya yang ia sampaikan?” wanita berumur 40 tahunan yang duduk disalah satu meja bundar itu berdiri bingung

“Negri barat menyerang..” ucap lelaki yang berkedudukan paling tinggi itu

“Tuan, ini data spesifiknya” penjaga pintu yang tadi berusaha menghalangi prajurit itu mengambil secarik kertas yang tadi digenggam prajurit muda itu. Lelaki setengah baya itu membacanya seksama dengan muka tidak percaya.

“Mereka menyerang secara tiba-tiba diperbatasan negri kita. Siapkan pasaukan! Sekarang!” titahnya tanpa pikir panjang “Jadikan situasi ini untuk menjadi keadan darurat bagi seluruh warga!” lanjutnya lagi. Seluruh penjaga yang sedang berada diruangan tersebut sebagian berhamburan keluar dan salah satu diantara mereka membawa prajurit yang pingsan itu. Kemudian seluruh orang penting yang hadir diruangan tersebut diam tidak ada yang berani membuka mulutnya sejak perintah itu.

“Benthill.. tentang pembicaraan kita tadi. Kurasa sudah saatnya tiba bagi mereka untuk bergerak.” Ucapnya melirik kearah lelaki yang tidak jauh lebih tua daripadanya yang duduk tepat disampingnya

“Tidak bisa. Mereka belum bisa mengontrol kekuatan mereka.” sela Benthill tajam

“Tapi keadaaanya sekarang benar-benar terdesak! Benthill, jangan terlalu melindungi mereka. Kau tau kalau mereka akan berakhir seperti ini” kata wanita yang tadi berdiri

“Agusta. Mereka bisa tidak berakhir seperti itu kalau kau tahu” jelas Benthill

“Tapi sekarang jutaan nyawa orangpun bergantung pada mereka. Kau tau kan betapa kuatnya pasukan negri barat. Dengan daerah kita yang kecil dan pasukan kita yang lemah dan sedikit, aku rasa kita tidak akan berhasil menghadapi mereka” Agusta beragumen yang tidak bisa ditentang.

“Agusta benar, Benthill. Kita harus cepat bertindak negri barat pasti tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghabisi kita” ketua parlemen yang duduk paling atas dari yang lain tidak mau kalah

“Tidak bisa, Glodi. Maaf” Benthill keluar ruangan didampingi oleh ke-2 bodyguardnya yang setia mengikuti Benthill disisinya.

*

 

Rumah Bouras berada di gang kecil yang hanya bisa dilewati orang saja, atap-atap rumah yang saling berdempetan dan udara yang sedikit pengap udara jarang masuk karena fentilasi hanya sedikit. Rumahnya berletak disebuah mantion berlantai dua dan hanya terdiri dari 6 kamar yang sepetak-petak. Bouras tinggal di lantai dua dan untungnya kamar Bouras terdapat jendela yang didepannya pohon besar yang rindang. Rumah Bouras luar biasa berantakannya dan Appril hanya bisa duduk dimeja makan yang sisi-sisinya bergerigi. Bouras membuatkan Appril teh hangat karena saat itu hari sudah malam.

“Paman..” panggil Appril canggung

“Panggil aku Bouras saja.kau kan sudah 7 tahun kenal denganku.” sela Bouras

“Mm.. Baiklah..Bouras” Appril memikirkan kembali apa ia panta memanggil Bouras hanya menyebutkan namanya saja.

“Ada apa?” Bouras menatap Appril dengan tatapan hangat

“Tentang pertanyaan tadi siang.. sebenarnya bukan itu pertanyaan intinya.. ada hal lain yang ingin kutanyakan..” Appril terdiam “Walaupun aku yakin kau tidak bisa menjawabnya” lanjut Appril lagi

“Jangan meremehkan aku..” Bouras menegak bir yang ada didepannya

“Begini.. tadi siang ada anak kecil, namanya Doris..dia bersama ibunya mendatangiku meminta untuk dibuatkan boneka…” cerita Appril

“Sudah..langsung ke intinya saja.. kau kan tau aku tidak suka orang yang berbasa-basi!” sela Bouras lagi

“Apa aku punya ibu?Kalau aku punya.. pasti ibuku akan mencariku kan?” tanya Appril hampir menggebrak meja bundar yang bergerigi itu. Bouras terdiam seperti yang ia lakukan saat pertanyaan Appril tadi siang hanya saja kali ini lebih lama daripada siang tadi.

“Bouras..?” Appril menunggu jawaban Bouras

“Begitu, ya?Jadi kau menganggap kalau kau tidak punya ibu?Itu mana mungkin..” jawab Bouras

“Aku juga sempat berpikir seperti itu..hanya saja..aku hidup seperti tidak memiliki ibu sejak lahir.. kau kan tau kalau hari pertamaku didunia ini adalah saat aku ditemukanmu di taman kota..Hanya sejauh itu yang aku ingat!” kata Appril menahan emosinya

“Mungkin saja ibumu tidak peduli padamu atau sibuk..atau apalah!” jawab Bouras

“Iya, tapi kenapa?Kenapa ibuku sibuk? Kenapa ibuku tidak peduli padaku?” Tanya Appril bertubi-tubi “Bouras..Aku anak yang baik kan? Kau saja ingin aku tinggal dirumahmu padahal kau tidak melahirkanku! Tapi kenapa ibuku tidak mau aku tinggal bersmanya?” Appril benar-benar mengharapkan jawaban Bouras namun Bouras malah bangun dan mengambil botol bir dan cangkir teh Appril yang tidak diminumnya.

“Kita tidur, saja bagaimana?” tawar Bouras

“Tapi..”

“Sudah..malam ini kau tidur bersamaku karena kamar tamunya belum kusiapkan..oke?” Bouras tersenyum seperti biasanya. Appril tidak membantah ia mengikuti Bouras masuk ke kamarnya yang sempit. Kasurnya cukup besar untuk berdua namun bau dari kasur itu yang membuat Appril enggan untuk tidur ia lebih memilih menatap bintang dan bulan dari kaca jendela yang sengaja dibuat diatas tempat tidur.. Bouras sudah tertidur Appril jadi sebal dibuatnya karena tidak menjawab pertanyaannya. Namun kalau ia mengingat-ingat lagi..

‘Aku kan sudah tau kalu Bouras tidak akan bisa menjawabnya.hah..’ jawab Appril sendiri

“Appril..” kata Bouras setengah tertidur

“Ya?” emosi Appril sudah kembali normal

“Jawaban tadi..Aku tidak bisa menjawabnya, maaf.” ucapnya masih memejamkan matanya

“Tidak apa..Aku kan sudah bilang kalau kau mungkin tidak bisa menjawabnya. Maaf karena tadi nada bicaraku tinggi.” balas Appril menengok kearah wajah Bouras yang tertidur

“Tapi aku hanya bisa bilang ini,” kata Bouras setengah-setengah Appril makin memperhatikannya “Pertanyaan ‘kenapa’ itu selalu berjawaban tidak berujung maka dari itu kau lebih baik melanjutkan hidupmu daripada menunggu jawaban yang tidak berujung itu.” Kata-kata Bouras terngiang-ngiang dikepala Appril dia sudah mendapatkan lebih dari sebuah jawban yang diharapkannya.

“Bouras.” Panggil Appril pelan Bouras menatap Appril yang dari tadi memperhatikannya juga.

“Apa lagi..?” Bouaras nampaknya sudah lelah menghadapi pertanyaan Appril yang tiada habisnya (mungkin Appril ingin membalas dendan karena Doris tadi)

“Kalau aku lahir pastinya aku memiliki ayah kan?” Appril memasang muka polosnya.

“Hah..kalau kau tanya ayahmu dimana akan kujawab kalau ayahmu sudah mati, Appril.”Bouras benar-benar tidak tahan dengan pertanyaan Appril ia membalikan badannya membelakangi Appril yang belum selesai bicara.

“Bukan begitu..” kata Appril membenarkan

“Lalu apa?” nada bicara Bouras lebih mirip menantang daripada bertanya

“Seumur hidupku, aku belum pernah memanggil ‘ayah’ atau ‘ibu’ itu satu-satunya kata yang belum pernah kuucapkan.” Jelas Appril buru-buru takut kalau Buras sudah terlanjur tertidur pulas saat mendengar ocehannya

“Kau sudah menyebut ‘ibu’ tadi siang dan ‘ayah’ tadi.”sela Bouras

“Boleh aku memanggilmu ‘ayah’?” Tanya Appril meminta Bouras masih menghadap tembok jadi Appril tidak tau ekspresi Bouras saat ia memintanya.

“Boleh, asal sekali saja, ya! Aku kan belum terpikirkan untuk punya anak” jawab Bouras. Appril sangat senag mendengarnya

“Ayah” kata Appril senag. Bouras hanya menggumam tidak jelas

“Ayah”  kata Appril keduakalinya

“Hei, aku bilang cukup sekali saja!” larang Bouras namun Appril tidak memperdulikannya ia tetap memanggil Bouras sepanjang malam dengan sebutan ayah

            Keesokan paginya setelah sarapan, Appril pergi meninggalkan rumah Bouras ia tidak tahu harus pergi kemana kali ini jadi Appril memutuskan untuk pergi memancing.

“Selamat tinggal..” ucap Appril “Ayah” lanjutnya sambil tersenyum senang

“Aku kan sudah bilang sekali saja, anak bodoh!” kata Bouras sambil menjitak kepala Appril keras. Lalu Appril pergi dari mantion Bouras yang berdempetan dengan atap rumah disampingnya. Saat menuruni tangga Appril berpapasan dengan sekawanan bodyguard yang menjaga lelaki setengah baya berjas mahal dengan kacamata hitam. Appril mungkin tidak menyadari saat berpapasan lelaki setengah baya itu memperhatikannya dengan tatapan terkejut. Namun lelaki itu tidak mau terkejut lama-lama ia tetap ke tujuan awalnya.

            Bouras sedang membereskan sisa makanan yang tidak dihabiskan Appril tadi sambil berpikir tentang ucapan Appril selama ia bersamnya.

‘ Boleh aku memanggilmu ayah?’ Bouras tersenyum geli mengingatnya

‘ayah’ Bouras berpikir dalam-dalam

‘Andaikan dia tau yang sebenarnya apa jadinya? Hah..Appril..’ Bouras menghela napas sambil terbengong-bengong. Sesaat kemudian pintu mantion nya yang sudah reot berbunyi, sesorang mengetuk pintu.

“Sebentar..” Bouras mengelap tangannya dengan kain buluk yang ada dimeja makan lalu membuka pintu

“Selamat pagi” seseorang menunduk memberikan salam.

                                                            *

            Appril memancing disebuah danau didalam hutan yang cukup rindang disanalah biasanya Appril menghabiskan waktu kosongnya sambil membuat boneka dan memancing. Ia duduk dengan kail yang sudah dipasangkan umpan cacing segar yang ia dapatkan langsung dari dalam tanah dan ia cuci dengan air danau yang masih jernih.

“Yukyu.. kemana saja kau kemarin malam?” Appril menyambut hewan rakitan kesayangannya yang sering pergi tanpa bilang-bilang. Yukyu hanya berciap-ciap tidak “jelas namun bagi Appril ‘ciap-ciap’ Yukyu adalah sebuah cerita yang sangat menarik.

            Appril mengambil bahan untuk membuat boneka dari dalam tasnya kali ini ingin membuat sebuah boneka replika Bouras yang sedang memakai baju koki. Walaupun Bouras sudah sering menerima boneka dari Appril namun Appril tidak pernah membuatkan Bouras replika dirinya. Saat sedang asyik-asyiknya membuat boneka, Appril menyadari ada seseorang yang mendekat, Appril membalikan badannya untuk melihat ada sosok seorang cewek yang tingginya 10cm lebih tinggi darinya, poninya belah pinggir, berpakaian seragam sekolah elit dengan rambutnya yang dikepang satu. Ia menatap Appril tajam

“Halo.”  sapa Appril saat cewek itu mendekatinya namun gadis itu tidak menjawab. Ia terus mendekat ke Appril lalu mengeluarkan api dari tangannya seperti hendak ingin membunuhnya. Namun Appril tidak keliru, gadis itu mencengkram leher Appril kuat dengan tangan apinya Appril mengira dirinya sudah mati tetapi tubuhnya malah seperti menyerap api dari gadis itu dan Appril mengeluarkan api yang besar dari badannya. Gadis itu terlempar saat Appril mengeluarkan api yang besar dari tubuhnya.

“Ap..a?” geram gadis itu namun ia tidak mau mengalah ia tetap menyerang Appril dengan segala cara, ia kembali mendekati Appril dan hendak memukul dada Appril namun Appril sudah terlebih dahulu menonjok perutnya keras.

‘Kenpa ini? Kena..pa?’ Appril tidak percaya dengan perbuatanyya tadi. Ia berhasil melumpuhkan gadis itu yang akhirnya jatuh pingsan seiring dengan pingssannya gadis tersebut api Appril padam. Dan ia cepat-cepat menolong gadis yang berniat membunuhnya itu. Selain masih kaget dengan kejadian tadi, Appril menganggap kalau gadis ini cantik.

“Hah.. sudah kuduga kalau dia akan berbuat seperti ini” lelaki setengah baya yang ditemui Appril di mantion Bouras datang tiba-tiba

“E..h?”Appril sama sekali tidak mengerti.

“Hai, Appril” sapa lelaki itu dibelakangnya banyak bodyguard menjaganya dan Appril melihat Bouras dibelakang bodyguard-bodyguard yang bertubuh besar itu.

“Siapa kau?” Tanya Appril lantang

“Aku tidak akan menyakitimu, Appril.. tenanglah.”

“Kenapa..Siapa gadis ini? Kenapa ada Bouras disini?!” nada bicara Appril benar-benar tinggi

“Namaku Benthill dan gadis itu adalah Anniset anakku.” Jelasnya singkat. Namun penjelasan itu masih belum cukup bagi Appril yang sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Kenapa gadis itu tiba-tiba menyerangnya dan bagaimana bisa dirinya mengeluarkan api dari tubuhnya.

“Bouras..Apa maksudnya ini..?” Appril hendak menghampiri Bouras namun Benthill menghadangnya.

“Appril, tidak sekarang..” Benthill menatapnya lekat-lekat. Appril membalas tatapannya lalau ia jatuh pingsan.

            Ketika Appril tersadar ia sudah berada disebuah kamar besar dengan jendela besar menghadap taman yang indah penuh dengan bunga warna-warni bermekaran ditambah pohon besar yang indah jelas kalau ini bukan mantion tempat Bouras tinggal dimana atap-atap rumah berhimpitan. Pemandangan ini sungguh kontras. Badan Appril diselimuti oleh selimut tebal hangat dan kepalanya dibaringkan dengan bantal yang empuk. Ia benar-benar merasa nyaman. Pintu kamarnya terbuka dan masuklah Bouras dengan Benthill disampingnya Appril senang melihat Bouras masuk namun tidak untuk Benthill.

“Sudah merasa baikan, Appril?” tanya Benthill hangat sedangkan Bouras menarikan kursi untuk Benthill duduk. Appril agak aneh melihat Bouras melayani Benthill

“Bouras..” rintih Appril. Bouras hanya membalas Appril dengan tatapan sekilas

“Kali ini aku yang akan bicara, bukan Bouras dan juga bukan kau, Appril.” jelas Benthill keras namun ia tetap menjaga senyumannya dan entah kenapa saat Appril ingin membantah, kepala Appril bukan main sakitnya. Bouras menyadari rasa sakit kepala yang dirasakan Appril, ia ingin menolong Appril namun Benthill memberikan tanda laranga dengan tanganya.

“Jadi Appril maksud kedatanganku saat ini adalah untuk menjelaskan sesuatu padamu.yang sangat penting menyangkut hidup matimu.” Kata Benthill pelan  “Mungkin kau agak kaget dengan kejadian yang kau alami tadi dan akan kau hadapi dating secara tiba-tiba.. tapi itulah kenyataannya.” Lanjutnya lagi. Appril diam tidak ingin memperhatikan ia lebih senang untuk mendengarkan Bouras bercerita tentang pelanggannya yang aneh-aneh daripada Benthil.

“Annisete.. Gadis yang tadi menyerangmu adalah seorang yang spesial sepertimu” ucapnya sepotong-potong yang hanya membuat Appril sebal

“Spesial?”

“Ya. Biar kujelaskan dari awal. Dulu saat timur dan barat masih berperang, kita dari daerah timur benar-benar terdesak. Tentara Timur banyak yang berguguran dan politik didaerah Timurpun juga hancur berantakan.” Ceritanya

“Langsung saja keintinya” sela Appril

“Baiklah. Aku dan ke-2 temanku adalah seorang ilmuwan dan kami menemukan bahan peledak lyddite yang sangat dasyat daya ledaknya. Yang kemungkinanya dapat menghancurkan daerah Barat. Namun masalah yang kami punya adalah bahan peledak itu hanya akan aktif bila didalam sel organ tubuh manusia.” Jelasnya panjang lebar jelas Appril tidak mengerti dengan yang dijelaskan Benthill.

“Lalu kami memilih bayi wyvern. Wyvern adalah sebuah kemampuan khusus contoh kecilnya seperti bisa mengeluarkan api seperti yang kau lihat tadi. Kami memilih bayi wyvern karena kami pikir bayi itu adalah spesial dan pasti akan menghasilkan ledakan yang sempurna. Tapi kami sama sekali menyadari kelemahan lyddite. Kami baru menyadari kelemahan itu saat kami sudah memasukan lyddite kedalam tubuh bayi-bayi itu. Hanya satu kelemahanya, Lyddite itu akan meledak saat organ-organ tubuhnya berumur 16 tahun.” Jelasnya

“Lalu apa hubungannya dengan ku?”

“Seperti yang kubilang diawal, kau adalah spesial. Kau spesial karena kau dan Annisete adalah bayi Wyvern yang kami pilih untuk..”

“Lyddite? KAU PIKIR KAMI INI APA? “ teriak Appril sambil menarik kerah baju Benthill kencang tetapi untuk kesekian kalinya kepala Appril merasakan sakit  yang amat sangat saat menatap Benthill.

“Sesatu harus dikorbankan kalau kita perang.” ucapnya kemudian

“KAMI AKAN MELEDAK! APA KALIAN TIDAK PIKIR? Meledak..” napas Appril terengah-engah tidak pernah ia semarah ini kepada seseorang sekarang bukan hanya benci melihat Benthill tetapi ia ingin Benthill ia lenyapkan.

“Itu tidak akan terjadi kalau salah satu dari kalian ada yang mati.” kata Benthill tajam. Appril benar-benar bingung diberitahukan fakta yang mengerikan seperti ini secara tiba-tiba. Hidupnya terlalu berubah secara tidak ia duga.

“Siapa kau? Tiba-tiba saja aku diberitahu secara mendadak seperti ini! Aku tidak mengerti bagaimana menghadapinya! Meledak?” Appril merendahkan suaranya

“Dan kau memang tidak akan pernah mengerti kalau aku tidak memberitahukanmu secara tiba-tiba Appril. Kumohon, turuti saja kata-kataku ini” Benthill memasang wajah serius

“Kumohon jangan sekarang!” balas Appril lagi

“Tidak ada waktu untuk itu Appril. Negri Barat menyerang kita pagi ini tiba-tiba. Dan parlemen ingin kau dan Annisete membantu mereka untuk menyerang negri Barat.” Tambah Benthill lagi, Appril terdiam

“Maksudmu.. Aku dan Annisete meledakan diri di negri Barat?” tanya Appril memastikan. Benthill menganguguk serius. Appril tidak ingin mendengar penjelasan Benthill lebih lanjut ia berdiri dan meninggalkan Benthill dan Bouras yang enggan untuk mencegah Appril.

“Bouras..Aku punya permintaan dan perintah terakhirku untukmu” ucap Benthill memjamkan matanya.

            Appril berjalan ditaman belakang yang tadi ia hanya lihat dibalik jendela. Bunga-bunga yang bermekaran, pohon yang berbuah, angina musim semi yang berhembus dan sinar bulan puranama dengan hamparan bintangnya dilangit tidak bisa membuat Appril terhibur. Seditik yang lalu, ia hanya pembuat boneka yang handal tidak terlibat oleh pemerintahan, lalu sedetik kemudian ia diminta oleh pemerintah untuk meledakan dirinya di negri Barat. Appril jadi berpikir apakah ini hanya sebuah tipuan belaka namun saat mendengar sirine mobil polisi dan suara mobil tempur besar dari kejauhan membuat Appril sadar. Yukyu yang baru saja dating menatapnya bingung.

“Yukyu..” desis Appril pelan menahan segala emosinya. Tetapi lamunan Appril tersadar saat terdengar suara langkah kaki orang menginjak ranting pohon mendekat kearahnya. Appril membalikna badannya untuk melihat siapa. Gadis berkepang dengan gaun tidur putih sesaat Appril memuji gadis itu namun ia sadar kalau itu adalah Annisete yang mencoba membunuhnya tadi siang. Appril melangkah menjauh dari Annisete.

“Aku tidak berniat untuk membunuhmu, dasar pembuat boneka tidak berguna. Aku hanya ingin mengambil burung rakitku.” kata Annisete tenang

“Burungmu? Jelas-jelas Yukyu adalah miliku sejak kecil” sela Appril galak

“Apa kau bilang?Dia selalu menemaniku setiap saat tau! Walaupun kadang-kadang ia lama tidak kembali” tukas Annisete tajam. Appril jadi teringat kalau Yukyu sering tidak kembali.

‘Apa mungkin selama Yukyu pergi meninggalkanku ia terbang kemblali ke Annisete?’ pikir Appril dalam hati sambil melihat keakraban Annisete bersama Yukyu-nya.

“Mung..kin.. Itu milik kita berdua.. Selama Ia tidak bersamaku mungkin ia bersamamu. Begitu juga sebaliknya” jelas Appril tidak yakin. Annisete terdiam

“Cih! Aku tidak sudi Yukyu ku ini menjadi milik berdua denganmu.” hina Annisete dengan matanya yangb biru tajam

“He..?” Appril baru pertamakalinya ia bertemu cewek angkuh seperti Anisete tetapi nampaknya Annisete tidak peduli ia membalikan badannya hendak untuk pergi.

“Hei..tunggu.” cegat Appril memluk Yukyunya walaupun Appril lelaki, namun tinggi Annisete agak jauh lebih tinggi dari Appril. “Apa kau tau tentang..kita akan mele..dak..?” tanya Appril ragu

“Ya..Aku tau sejak lama. Tapi tadi aku mendengarnya lagi saat menguping pembicaraanmu” jawab Annisete

“Lalu.. Kenapa kau tidak mebunuhku sekarang? Dengan keadaanku yang seperti ini yang tidak tau apa-apa kurasa akan mudah bagimu untuk membunuhku” tanya Appril lagi. Jantungnya berdegup keras takut kalu Annisete benar-benar akan membunuhnya.

“Aku inig berpikir terlebih dahulu. Apakah satu nyawaku ini berarti jika aku hidup tetapi jutaan nyawa melayang karena aku salah pilih” ujar Annisete tenang. Appril benar-benear tergugah dengan omongan Annisete tadi. Appril terdiam melihat bayangan Annisete yang makin lama menghilang oleh gelapnya malam.

            Appril masih duduk ditaman sambil ditemani Yukyu yang tertidur dipundaknya. Suara ribut terdengar dari halaman depan dan dari dalam rumah. Suara benda pecah dan teriakan wanita. Appril langsung berlari menerobos pintu belakang. Seisi rumah gelap gulita tidak terlihat apa-apa. Appril mendengar deru napas berat dibelakangnya ia buru-buru berlari namun suara napas itu makin banyak dan seperti ingin menikamnya dari belakang. Appril memcahkan vas bunga yang ada disampingnya membuat persembunyiannya ketahuan. Suara napas itu mendekat kearahnya. Terlihat 2 pria besar dengan badan yang berkali lipat lebih besar diobandingkan dirinya membawa senjata sejenis pedang panjang yang bergerigi diujngnya. Appril nampak tidak asing dengan sosok tersebut, sosok yang pernah ia lihat saat ditaman kota¾para buruh penambang emas. Mereka siap menikam Appril dengan pedangnya namun seseorang yang lebih besar dengan napas busuk muncul dibelakang mereka berdua

“Master tidak menyuruh kita untuk membunuhnya..Bawa dia!” serunya dengan nada yang berat. Para buruh penambang emas mengangkat badan Appril dengan entengnya namun Bouras yang tiba-tiba datang dan meninjunya membuat mereka melmpar badan Appril kelantai. Appril merangkak menjauh

“Tidak ada yang boleh menyentuh Appril selain diriku! Apalagi kalian tangan dan bernapas busuk!” mata Bouras nampak beda dari biasanya, matanya menunjukan kebencian mendalam dengan cahaya bulan menyinari matanya yang tajam.Ke 2 Buruh itu menarik pedang panjangnya terlihat sepertu duo malaikat maut yang hendak mencabut nyawa manusia. Bouras tidak mau kalah ia mengeluarkan mata pedang yang panjang dari kedua telapak tangannya.

“Kalian tidak akan selamat kalu aku sudah mengeluarkan ini” ancam Bouras. Kedua buruh itu nampaknya tidak gentar mereka meyerang Bouras dari dua arah yang berlawanan saat mereka mendekat Bouras meloncat tinggi seperti melayang diatas kepala mereka, lalu dengan gerakan seperti bulan sabit ia menebas kepala buruh tambang emas tersebut. Appril bergidik melihatnya. Namun lawan Bouras tidak sampai disitu saja, buruh tambang emas yang lebih besar menantinya. Kepala buruh itu seperti gentong arak yang mau pecah, matanya bulat besar dengan bola matanya yang memrah, air liur keluar dari mulutnya seperti napsu untuk membunuh Bouras. Ia mengeluarkan gerigi roda yang sudah ditajamkan disetiap sisinya. Bouras nampak seperti sudah biasa melihat hal itu tetapi tidak bagi April. Ia menunduk ketakutan dicelah bawah tangga yang berdebu.

“Rasakan ini!” buruh itu menggelindingkan gigi roda perlahan tapi pasti gigi roda melesat dengan cepat kearah Bouras. Bouras melompat mengitari gigi roda yang berputar itu, hanya tinggal beberapa inchi saja badan Bouras akan tertusuk oleh sisi-sisi gigi roda yang tajam. Gigi roda tersebut menabrak dinding rumah Benthill dan membuat lobang besar. Sekarang giliran Bouras untuk menyerang, ia membungkukan badannya sambil berlari mendekati buruh tersebut dan menyudutkannya ketembok dan mendekatkan kedua mata pedang Bouras ke leher buruh tersebut

“Sekarang, katakan… Siapa yang menyuruhmu untuk dating kesini?” deru napas Bouras tidak beraturan karena menahan luapan emosinya.

 “Aku tidak akan mengatakannya padamu pria berbdan besar..” katanya lantang. Bouras makin mengancamnya dengan pedang di tapak tangannya. Ia menggores sedikit leher buruh itu dengan pelan-pelan.

“Sakit bukan? Itu yang akan kau dapatkan jika kau tidak menjawb pertanyaanku!” ancam Bouras dan nampaknya buruh emas itu ketakutannya. Badannya gemetar dan keringat dingin keluar dari badannya.

“Aku tidak akan menyebutkan nnamanya” mata buruh itu tiba-tiba kembali berkilat, tatapannya tajam dan penuh kemenangan. “Kau bodoh” tiba-tiba saja gigi roda yang semula sudah tidak ada muncul kembali dari reruntuhan tembok yang tadi ditabaraknya menuju kearah Bouras yang sedang menikam buruh emas tersebut. Bouras masih saja memojokan buruh itu padahal gigi roda itu tidak akan lama lagi bisa menembus tubuhnya.

“Katakan!” Bouras menekan pedangnya dileher buruh itu

“Tidak” jawab buruh itu sinis Bouras tidak punya banyak waktu karena gigi roda itu makin mendekat dengan kecepatan tinggi.

“Baiklah” Bouras tepat pada waktunya ia menebas leher buruh itu sebelum akhirnya gigi roda itu menusuk majikannya sendiri dn Bouras berhasil menghindar. Bouras menghampiri Appril yang dari tadi meringkuk ketakutan seumur hidupnya ia tidak peranh melihat kejadian seperti ini.

“Appril” Bouras nampak tidak tega dengan keadaan Appril. Matanya terus melotot ketakutan, badannya menggigil dan mukanya penuh dengan keringat dingin. Namun Bpuras tidak perlu berlama-lama untuk mengasihani Appril karena suara rebut dari lantai dua ia harus meninggalkan Appril.

“Tunggu disini” katanya sebelum ia pergi. Bouras menaiki tangga cepat menuju kearah sumber suara.. Sebuah kamar dengan pintu terbuka Bouras melihat Benthill yang sedang  memegang seorang Maid yang sudah tidak bernyawa lagi sedangkan Annisete sedang berdiri berhadap-hadapan dengan 2 orang buruh emas dan satu orang lelaki yang menjadi jawaban ataa pertanyaan Bouras tadi- Glodi si ketua parlemen sedang berdiri dengan baju tanda kebesarannya berdiri bangga disinari cahaya yang satu-satunya menyinari runaga tersebut, cahaya buan purnama.

“Ck..ck.. Ternyata ada anggota keluarga yang berhianat disini” ucap Glodi

“Glodi.. Mau apa kau kesini?” tanya Bouras

“Tentu saja untuk mengambil para Lyddite ini..mereka berguna bagi negara” uajrnya

“Tapi bukan seperti ini carnya kau mengambilnya” tambah Bouras kesal ia nampak benar-benar tidak suka denga Glodi

“Benthill tidak akan memberikan lydditenya tanpa dipaksa! Dan inilah hasil dari keangkuhannya” kata Glodi dengan senyum licik merekah diwajahnya yang tirus

“Glodi, kau..”Bouras nampak sudah kehabisan kata-kata.

“Akan kubunuh kau, Glodi.” sela Annisete tajam “Kau membunuh orang yang berharga bagiku!” Annisete ingin menerkam Glodi dengan apinnya namun Glodi dijaga oleh burh emas yang badannya kekar-kekar. Namun Annisete dapat mengalahkan mereka dengan mudah dengan apinya yang besar dan membuat buruh emas itu menjadi abu saking kuatnya api Annisete. Ia mendekat kearah Glodi perlahan dengan kobaran apinya

“Kau emnginginkan ku?” Annisete menatapnya tajam

“Tenntu saja” ujar Glodi yakin

“June Annisete!” teriak Benthill dari belakangnya “Jangan” larangnya keras. Annisete nampak tidak peduli

“Dia tidak berguna bagiku” ujar Annisete memberikan alasan

“Ya, aku tau. Dia memang tidak berguna bagi kita yang ada disini. Tetapi dia masih berguna untuk mereka yang ada diluarsana..” tambah Benthill. Seisi ruangan itu terdiam, hanya terdengar suara sirine mobil polisi yang dari tadi berpatroli dan kendaraan besar untuk perang. Annisete memadamkan apinya

“Bagus.” kata Glodi.Lalu keadaan kembali hening dan tiba-tiba 5 orang buruh emas kembali muncul dari langit-langit ruangan dengan senjata tajam dan besar dipunggung mereka. Annisete kembali menyalakan apinya yang lebih besar

“KAU! Penipu..” geramnya. Buruh itu mencengkram tangan Annisete. Buruh itu sengaja mengenakan baju anti api agar terhindar dari kobaran api Annisete. Annisete mencoba untuk mengeluarkan api yang lebih besar dari badannya namun gagal karena badannya begitu terasa sangat sakit. Tubuhnya seketika lemas dan api padam dari tubuhnya dia pasrah tangannya dicengkram oleh buruh emas itu. Bouras masih mecoba untuk melawan ke-3 buruh itu namun ia kalah.dengan jumlah dan kekuatan.

“Bagaimana Benthill? Masih berniatkah kau untuk melawanku?” Glodi tertawa licik. Benthill meletakan Maid yang dari tadi ada dipelukannya dilantai dengan hati-hati, ia berdiri dan memejamkan matanya.

“Mau apa kau Benthill?Kau sudah tua tidak mungkin bisa melakukannya lagi” ujar Glodi Benthill membuka matanya yang secara tiba-tiba menjadi putih dan hanya dengan menggerakan jarinya buruh emas yang ada dihadpan Bouras terlempar dan pingsan lalu buruh yang mencengkram Annisete terlontar begitu saja. Ia mendekati Glodi dengan tatapannya yang seperti tidak punya perasaan. Glodi terpojok.

“Jadi..ini kekuatan memanipulasi manusia milikmu?Kau tidak akan bisa mengontrolku!” seru Glodi yakin.

“Aku tidak berniat untuk memanipulasimu, mahluk kotor! Aku beniat untunk membunuhmu” sela Benthill membenarkasn

“Coba saja kalau kau bisa! Kau bahkan tidak akan bisa menyentuhku!” badan Glodi menjadi transparan dan makin lama ia tidak terlihat. Benthill nampak tenang mengahadapinya, ia memjamkan matanya untuk memusatkan pikiran. Namun serangan tidak terlihat Glodi terus berlangsung.

“Bouras..kurasa sekaranglah saatnya untuk kau melakukan perintahku” ucap Benthill tenang masih memjamkan matanya. Tanpa banyak kata-kata Bouras menarik tangan Annisete.

“Ada apa ini?” Annisete bingung

“Percayalah pada saya” ucap Bouras yakin. Ia membawa Annisete keluar ruangan, Glodi mengikutinya dari belakang namun tiba-tiba badannya tidak bergerak dan tubuhnya kembali terlihat. Benthill membuka matanya mendekati Glodi yang terdiam didepan pintu. Dia terpojok ditembok yang disamping mukanya ada sebuah tombol merah bulat.

“Apa-apan ini, Benthill..?” Glodi berusaha keras untuk menegok kearah Benthill.

“Ternyata kau lupa. Aku dapat memanipulasi manusia bukan hanya dengan kontak mata, namun dengan memikirkan orang tersebutpun aku dapa memanipulasinya” jelas Benthill tenang.

“Lalu.. mau apa kau sekarang? Mencoba untuk membunuhku? Kau yang bilang kan kalau aku masih berguna diluar sana?” ucapnya gemeteran.

“Nampaknya aku salah”

“Kenapa kau menghalangiku? Aku mengambil mereka untuk keperluan orang banyak kan?” Glodi menatapnya tajam

“Mereka punya pilihan. Dan kau mengambil mereka bukan untuk keperluan orang banyak, tapi untuk kekuasaan yang kau idam-idamkan” kata Benthill

“Sudah takdir mereka untuk mati!”

“Takdir mereka adalah untuk memilih” sela Benthill

“Kau terlalu baik untuk mereka Bethill padalah kau tau akhirnya akan menjadi apa” balas Glodi

“Sudah tidak ada waktu bagi kita untuk mengobrol lebih lama lagi.” Kata Benthill

“Mau apa kau?”

“Aku tidak akan membiarkna orang seperti kau hidup lebih lama lagi disini. Orang yang hidup diatas penderitaan orang lain”

“Kau tidak bisa membunuhku. Kalau kau membunuhku, pasti parlemen akan menghukummu dengan hukuman yang paling berat dan kau akan menyesal telah membunuhku” ancaman Glodi nampaknya tidak kuat bagi Benthill

“Aku tidak bilang kalu kau akan mati sendirian. Aku akan membuat tempat ini hancur tanpa sisa” jelas Benthill

“Apa maksudmu? Kau tidak punya kekuatan untuk membuat tempat ini seperti yang kau bilang tadi”

“Aku memang tidak punya, tapi tombol yang ada disampingmu punya itu” kata Benthill seperti sudah biasa melakukan ini   

            Bouras menggendong Appril dipunggungnya karena Appril masih terlalu shock untuk bisa jalan. Ia mebawa Annisete dan Appril kesebuah danau tempat biasa Appril unutk memancing. Tempat pertemuan pertama Annisete dan Appril tadi siang. Yukyu mengikuti mereka dari belakang. Bouras melangkah cepat dan hanya membuat Annisete berlari karena langkah Bouras sangat besar sesuai dengan tubuhnya. Bouras berhenti ditepi danau dan duduk sambil menurunkan Appril yang keadanya mulai stabil

“Jadi, Bouras.. maukah kau menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi tadi?” pinta Appril dengan nada suara yang masih takut

“Glodi adalah ketua parlemen. Ia sangat terobsesi oleh kekuasaan dan uang. Ia orang yang harus mendapatkan sesuatu yang diinginkannya bagaimanapun caranya walaupun ia harus mengorbankan nyawa orang.” Jelas Bouras perlahan-perlahan “Dan Benthill tau benar dengan sikap Glodi yang itu. Saat Glodi bilang gunakan kalian untuk melawan negri Barat, Benthill menyadari kalau ada niat dibalik itu semua. Dia ingin menggunakan kalian untuk mencari kekuasaan dan harta” tambah Bouras lagi

“Lalu apa yang dilakukan ayah tadi? Kenapa dia tidak langsung membunuh Glodi tadi? Dia bisa melakukannya kalu ia mau.” Tanya Annisete dengan kepanikan muncul dari wajahnya

“Tidak.akan membahayakan bagi kita untuk bersamanya. Wajah Benthill sudah dikenali oleh seluruh penjuru negri dan akan membahayakan kita semua. Kita bisa tertangkap” jelasnya

“Memang kita mau kemana, Bouras?” tanya Appril takut kalau jawaban Bouras akan sesuai dengan pikirannya

“Kita akan pergi. Pergi ketempat yang jauh dari sini dan negri Barat” kata Bouras setengah-setengah

“Tunggu dulu. Lalu ayah akan melakukan apa?” Annisete belum selesai dengan pertanyannya. Tetapi pertanyaan Annisete terjawab dengan suara ledakan keras dari arah rumahnya yang tiba-tiba terbakar. Annisete melihat rumahnya terbakar habis dari balik hutan.

“Kita tidak ada waktu untuk berdiam diri disini lebih lama lagi. Polisi akan segera datang dan akan mencari kita, ayo cepat!” ujar Bouras

“Kau gila! Aku tidak akan meninggalkan ayahku dan Maid sendirian terbakar habis disana!” Annisete mencoba untuk melarikan diri. Bouras dengan sigap menarik tangan Annisete keras

“Ayahmu mengingnkan kau untuk menjauh darisini! Dia berbuat seperti itu untuk menyelamatkanmu. Kalau kau kesana, artinya perjuangan ayahmu sia-sia!” bentak Bouras. Annisete terdiam, kalau dipikir omongan Bouras ada benarnya juga. Ia mengikuti Bouras dari belakang. Sekali-kali Appril meliriknya diam-diam.

‘Hebat juga Annisete.. Walaupun dia tau ayahnya meninggal, tetapi dia sama sekali menangis..’ pikir Appril.

            Bouras mengajak mereka ke rumahnya disana dia mentup semua jendela dan mengunci pintu rapat-rapat. Mematikan lampu dan hanya menyalakan sebatng lilin di meja makan.

“Kita harus pergi secepatnya” ujar Bouras membuka topic

“Kemana? Kenapa kita harus pergi?” tanya Appril lagi

“Appril..lyddite yang ada didalam diri kalian adalah kekutan yang dapat menghancurkan setengah dari bumi. Dan kalian adalah ancaman terbesar bagi negri Barat. Tetapi Glodi menyadari potensi kalian. Ia ingin menguasai negeri barat, tengah selatan dan utara. Singkatnya, ia ingin menguasai dunia dengan kekuatan yang dimiliki kalian” tambah Bouras

“Tapi.. Dengan apa Glodi akan memanfaatkan kami?” tanya Appril

“Perlu kau ketahui Appril. Mungkin orang biasa seperti aku tidak akan pernah tahan dengan daya ledakan lyddite. Kami akan musnah kalau ternanya. Tetapi kalian..Sampai kapanpun kalian akan tetap bertahan dan tidak akan mati hanya karena Lyddite ataupun ledakannya” jelas Bouras dengan muka serius. Appril tertegun mendengarnya, ia tidak percaya.

“Tetapi.. Kami hanya bisa sekali meledak ‘kan?” tanya Appril lagi

“Ya..Kalian hanya bisa sekali meledak. Tetapi kalau kau dapat mengontrol kekuatan lyddite dengan baik..kau bisa berkali-kali meledak walupun daya ledakannya lebih sedikt daripada yang sekali itu tetapi dampaknya sama buruknya” jawab Bouras

“Tetapi Bouras.. Apa maksudnya dengan perkataan Benthill kalau salah satu dari aku dan Annisete mati maka kami tidak akan meledak?” Appril kembali bertanya

“Lyddite adalah sebuah cairan yang aktif bila terdapat lyddite yang lain. Untu lebih jelasnya, kalian ini seperti lampu dan saklar. Kalian ini saling mengaktifkan lyddite yang ada di dalam diri kalian. Lampu tidak akan myala kalau tidak ada saklar dan saklar tidak akan berfungsi kalau tidak ada lampu. Begitulah jelasnya. Sama seperti kalian.. Kalau salah satu diantara kalian ada yang mati maka lyddite kalian tidak berfungsi” ucap Benthill. Appril kembali terdiam tidak percaya

“Perlu kalian ketahui, yang berhak membunuh kalian adalah kalian berdua sendiri. Karena kalau sampai orang lain dapat membunuh kalian.. Maka sama juga kalian meledakan diri dengan percuma” tambah Bouras lagi yang malah menambah pusing kepala Appril.

“Lalu apa maksud dengan ‘pergi’ yang kau katakana tadi?” Annisete membuka mulut setelah ia sekian lama hanya diam

“Benthill menyuruh ku untuk melakukan tugas terakhirku. Yaiutu membawa kalian pergi jauh darisini. Aku juga tidak tau dengan pastinya kemana tempat jauh tersebut karena Benthill sama sekali tidak menyebutkan nama tempat itu. Dia hanya bilang ketempat yang jauh dan selama perjalanan kalian harus memikirkan jawaban dari tiga piliihan” ucap Bouras lagi mencoba untuk tenang mendengar sirine mobil berpatroli

“Tiga?” Annisete dan Appril berbarengan

“Pertama kalian akan menentukan diantara kalian yang mati dan lydite kalianpun tidak akan berfungsi namun hasilnya Negara timur tidak akan aman lagi karena pastinya negri barat akan membuat negri timur habis” kata Bouras

“Kedua kalian akan oergi ke negri Barat dan meledakan diri kalian disana maka negri timur akan selamat namun negri Barat akan habis seketika”

Annisete dan Appril terdiam

“Ketiga kalian akan menyerahkan diri kalian ke salah satu sisi yang kalian anggap benar dan meledakan diri kalian sedikit-sedikit untuk membantu mereka namun hasilnya dunia ini tidak akan pernah aman karena kalian” ucap Bouras lagi

“Bagaimana kalau kami memilih untu tidak meledakan diri kami?” sela Appril

“Tidak akan bisa. Bagaimanapun juga.. sudah menjadi sebuah kepastian diri kalian meledak” ucap Bouras

“Kalau aku memilih yang pertama” ucap annisete yakin

“Annisete..” Appril tidak percaya dengan perkataan Annisete

“Ya.. Setelah aku membunuhmu aku akan hidup bahagia di negri Barat” katanmya tenang

“Bisa-bisanya kau bilang seperti itu! Padahal tadi kau bilang kalau kau msih memikirkan nasib rakyat negri Timur” bentak Appril

“Pikiranku berubah” kata Annisete santai. Appril terdiam di dalam dirinya, emosinya masih bergejolak.

“Dasar kau tidak punya perasaan! Dengan enaknya kau ingin membunuhku dan membiarkan rakyat dinegeri Timur terlantar begitu saja nantinya! Bahkan ayahmu meninggal saja kau tidak menangis!” kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Appril ia benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Meledak semuanya tertumpahkan ke Annisete.

“Dasar sok tau! Aku memang tidak peduli dengan negri Timur begitu juga dengan warga timur sendiri. Saat mereka tau kalau kau adalah seorang Lyddite, maka kau tidak akan pernah diterima” jela Annisete tajam. Ia tidak peduli dengan ekspresi seperti apa yang dimunculkan oleh Appril, ia hanya peduli dengan dirinya sendiri.

“Satu lagi, aku tidak menangis karena ayahku meninggal bukan karena aku tidak punya perasaan, tapi memang karena aku bukan anak kandungnya. Mengerti kau? Pembuat boneka yang sok tau dan bodoh!” tambah Annisete lagi. Appril terdiam malu karena omongannya sendiri.

“Sudahlah.. Bukan saatnya kalian untuk berantam di hari yang melelahkan ini. L:ebih baik kalian tidur dan mempersiapkan stamina kalian utuk besok.” Kata Bouras berusaha menenangkan ketegangan yag terjadi

“Besok?” Appil bingung

“Lebih cepat lebih baik dan kita tidak boleh menunda waktu lebih lama lagi. Besok kita harus meninggalkan kota ini dengan jalan kaki. Karena kalu kita memakai kendaraan, kita akan dicurigai karena sekarang kota dalam kondisi darurat pasti semua kendaraan yang melintas akan diperiksa” jelas Bouras panjang lebar. Ia menarik bangkunya dan menuju kamarnya lalu keluar membawa dua buah selimut

“Annisete..kau boleh tidur dikamarku” ucap Bouras tanpa mengucapkan kata-kata Annisete menuju kamar Bouras yang sedikit berantakan. Lilin Bouras matikan, Appril sudah siap tidur dikursinya sebelum ada satu pertanyaan lagi terlintas dibenaknya.

“Bouras.. Boleh aku bertanya lagi?”

“Seperti yang aku sudah bilang sudah-sudah.. Aku siap menampung semua pertanyaanmu, Appril” jawab Bouras ramah

“Begini.. kenapa aku merasa kalu kau sangat tau sifat Glodi?” tanya Appril ragu-ragu takut kalu itu akan menyinggung perasaan Bouras

“Kau benar April. Glodi adalah kakakku” Jawab Bouras tenang.

“Ada yang ingin kau tanyakan lagi, Appril?” tanya Bouras memastikan

“Tidak” bagi Appril jawaban Bouras tadi sudah lebih cukup baginya walaupun ia masih punya banyak pertanyaan dibenaknya namun seperti kata Bouras tadi. Hari yang melelahkan..

*

Esoknya di pagi buta, Bouras sedang mengepak bawaan yang dibutuhkan untuk selama perjalanan. Ia menyiapakan satu buah tas yang sengat besar untuk dibawa olehnya yang berisi bahan-bahan makanan beserta tungku-tungkunya(yang menghabiskan semua bahan makanan yang ada dirumahnya)dan bebrapa alat masak yang bisa dibawa. Ia susun semuanya dengan rapih didalam satu tas besar berwarna hijau kemudaan. Dua tas berukuran sedang untuk dibawa oleh Annisete dan Appril berisi alat tidur mereka masing-masing walaupun ada sedikit deskriminasi antara Appril dengan Annisete karena Annisete hanya membawa alat tidur untuk dirinya sendiri sedangkan Appril membawa perlengkapan tidur dirinya dan Bouras.

            Annisete mengenakan jubah bertudung panjang yang dapat menutpi semua bagian tubuhnya karena saat itu ia hanya mengenakan gaun tidur panjang. Jubah itu berwarna coklat pudar yang ia dapatkan dari gudang penyimpanan barang-barang Bouras dan baunya apek. Bouras dan Appril juga mengenakan jubah hanya saja ada berbeda diantara mereka. Mungkin Annisetelah yang sangat pas mengenakan  jubah itu karena panjang jubah itu pas semata kakinya. Sedangkan Bouras jubah itu menggantung dibagian pinggangnya. Dan yang paling parah adalah Appril. Jubah itu kepanjangan hingga ia harus memotongnya dengan gunting dengan hasil berantakan namun pas semata kakinya. Tetapi Appril tidak lupa untuk mengenakan topi soldier nya dan kacamata besar menempel di topinya. Yukyupun tidak lupa untuk bertengger dipundak Appril (dan Appril mendapatkan tatapan sinis dari Annisete)

            Mereka memulai perjalan mereka melewati hutan yang menjadi perbatasan kota Vuyne. Di tengah perjalan Bouras bernyanyi. Sebuah nyanyian yang biasanya dinyanyikan oleh burh penambang emas.


Maju! Jalan! Kalau bisa kau berlari

cepat berlari menerobos angin timur yang keras

pekerjaan menumpuk bagaikan gunug yang tak bisa ditundukan hanya dengan bermimpi

      Maju! Jalan! Kalau bisa kau berlari

      Kita hanya menggunakan kaus sederhana

      Memasuki gua-gua gelap tidak ada cahaya

Disana namun ada harapan yang bersinar terang untuk kita agar tidak mengenakan kaus ini lagi

Maju! Jalan! Kalu bisa kau berlari

Angin berhembus ke timur membawa matahari

menyingsing.

Cepat berlari!

Sebelum angin tidak lagi berpihak kepadamu

 

Nyanyian itu teru dilantunkan oleh Bouras dengan semangat terkadang Appril ikut berpatisipasi dalam nyanyian tersebut namun ia benar-benar kalah tenaga oleh Bouras. Dan terkadang pula Annisete melirik kearah mereka dengan sinis seakan-akan menyuruh mereka untuk diam. Namun Bouras dan Appril tidak peduli, mereka kembali bernyanyi nyanyian buruh itu dengan semangat.

Mereka memasuki hutan dipagi hari dan menyusuri lembah disiang harinya setelah mereka beristirahat sebentar untuk makan siang dengan sup kacang merah dengan roti buatan Bouras. Nampaknya Bouras benar-benar tidak mau membuang banyak waktu hanya untu beristirahat karena disore harinya mereka sudah keluar dari lembah, kembali masuk kedalam hutan kecil yang hanya ada pohon pinus dan menemukan bukit indah berwarna hijau dan beberapa bunga tumbuh disana. Ada papan sambutan didepan mereka. Menandakan sebuah kota baru. Bouras bangga dengan pekerjaannya. Ia berhasil membawa Annisete dan Appril pindah kekota baru hanya dengan satu hari. Dan nampaknya Annisete dan Appril sudah benar-benar merasa kelelahan yang luar biasa Karena langkah kai Bouras yang benar-benar lebar dan panjang.

“Selamat datang dikota baru, Appril dan Annisete” ucap Bouras bahagia dengan senyum lebar khasnya

“Ya.. Selamat dating ke..” Annisete membaca papan yang ada didepannya sebntar

“Kota Casuarina?” Annisete tidak yakin karena matanya juga lelah ingin sekali terpejam. Begitu juga dengan Appril yang sudah hampir setengah tertidur sambil berdiri.

“Ya, kota Casuarina.” Jawab Bouras. Tetapi tidak ada yang memperhatikan Bouras karena Appril dan Annisete sudah tertidur beralaskan hamparan rumput hijau disekeliling mereka.

*

4 komentar:

  1. hahaha penasaran yaaaa? penasaran kaaan? penasaran dooong

    BalasHapus
  2. hahaha ini kan sudah lama sekali xD

    BalasHapus
  3. hahaha iya memang, gue lagi mengenang iseng iseng buka eh bagus juga, gue copy aje

    BalasHapus

Archives